Rabu, 27 Oktober 2010

Fabel Sufi Tentang Kota-kota Jiwa

Ketika aku mengembara di dunia fana ini, Allah menunjukiku jalan yang lurus.Ketika menelusuri jalan itu di antara tertidur dan terjaga, seolah-olah di dalam mimpi,aku tiba di sebuah kota yang diselimuti kegelapan.Gelap itu sangat pekat,sehingga aku tidak dapat melihat atau memperkirakan batasnya.Kota ini berisi segala yang diciptakan.Ada banyak orang dari berbagai bangsa dan suku.Begitu sesaknya jalan-jalan,orang sulit berjalan.Begitu gaduhnya,sehingga orang sulit mendengar ucapan orang lain.Semua perbuatan buruk dari segala makhluk, semua dosa yang kuketahui maupun tidak ku ketahui,mengelilingi aku.Dalam rasa takjub dan kagum,aku menyaksikan pemandangan aneh.
Nun jauh di sana, di bagian tengah kota ini, ada kota lain, dengan dinding yang tinggi dan besar.
Apa yang ku saksikan di sekelilingku mebuatku berfikir bahwa sejak mulanya, tidak pernah ada sinar dari cahaya matahari kebenaran yang menerangi kota ini.Tidak hanya langit,lorong-lorong, dan rumah-rumah di kota ini yang berada dalam gelap gulita,tetapi para penduduknya bagai kelelawar, mempunyai mata hati dan fikiran sepekat malam.Sifat dan perbuatan mereka laksana anjing-anjing liar.Saling menyalak dan menggigit satu sama lainhanya demi sesuap makan, Yang di perebutkan dengan penuh nafsu dan Amarah.Mereka pun saling mencabik satu sama lain.Kesenangan mereka adalah minum khamr, dan berhubungan seks tanpa rasa malu, tanpa membedakan pria dan wanita, istri dan suami, dan sebagainya.Berdusta, menipu, mengumpat, memfitnah dan mencuri menjadi kebiasaan mereka tanpa merasa peduli kepada yang lain, sadar atau takut kepada Allah.Banyak dari mereka yang mengaku muslim. Sebenarnya, sebagian dari mereka di anggap sebagai orang bijak-para syekh,guru, ulama,dan Da’i.
Sebagian mereka yang mengetahui perintah-perintah Allah, tentang yang baik dan halal dalam pandangan Allah,dan mengenai apa yang diharamkan Allah, berupaya mengatasi hal itu dan menemukan kepuasan di dalamnya dan tak lagi berhubungan dengan penduduk kota itu.Para penduduk kota tidak bersikap ramah terhadap mereka.Aku dengar mereka berlindung di dalam kota berdinding yang kulihat berada di bagian tengah ala mini.
Aku tinggal di bagian luar kota ini untuk beberapa saat.Selama waktu itu, aku bertemu dengan seseorang yang mendengarkan aku dan memahami apa yang kukatakan.Dia memberitahu aku bahwa ia adalah Ammarah, kota yang angkuh, kota kebebasan, di mana setiap orang mengerjakan apa yang membuatnya senang.Aku bertanya mengenai keadaan mereka.Dikatakannya bahwa itulah itulah kota tempat bersenang-senang, Yang bersumber dari sikap lalai dan alpa. Dalam kegelapan yang menyelimutinya, masing-masing orang mengira bahwa dialah satu-satunya orang.Aku bertanya kepadanya mengenai nama pemimpin mereka.Dia memberitahukan aku bahwa nama pemimpin itu adalah’ Aql al-Ma’asy. Dia adalah ahli nujum,dukun, pengatur yang mengatur segala sesuatu, dokter yang menyembuhkan orang yang nyaris mati, raja berilmu yang tiada bandingannya di dunia ini.Pra penasehat dan menterinya di sebut logika. Putusannya ditetapkan atas dasar Hukum Akal sehat kuno. Pelayannya di sebut Imajinasi dan Angan –angan. Dia mengatakan bahwa semua penduduk setia kepada pemimpin mereka, Tidak hanya menghormati dan menghargai dia dan pemerintahannya, tetapi juga mencintainya, karena mereka semua merasa memiliki kesamaan dengannya dalam sifat, kebiasaan, dan perilaku.
Aku, yang memiliki pemikiran yang sama, dan dengannya mengetahui bahwa sesungguhnya raja kota ini adalah guru yang sempurna dari semua ilmu di dunia ini, ingin mempelajari ilmu-ilmu itu untuk menjadi kaya dan terkenal. Aku tinggal untuk beberapa waktu melayani si raja dan belajar darinya mengenai banyak hal yang mencerdaskan. Aku belajar perdagangan,politik, ilmu-ilmu kemiliteran, pertukangan, hokum, dan seni untuk menghormati manusia.Aku menjadi termasyhur. Ketika orang-orang menunjuk aku dengan jari mereka dan berbicara tentang dirik, egoku merasa senang. Karena semua bagi diriku sepenuhnya berada di bawah pengaruh duniawiku, semua itu mendapatkan tenaga untuk menyenangkan egoku dan ingin cepat-cepat menghabiskan tenaga itu untuk mendapatkan kesenangan- kesenangan duniawi dan hasrat-hasrat birahi, tanpa peduli apakah semua itu melikai orang lain, atau bahkan diriku sendiri.
Ada sesuatu di dalam diriku yang kadang kala menunjukan bahwa semua ini keliru, tetapi aku tak mempunyai daya dan kemampuan untuk mencegahnya. Bagian diriku yang insaf itu di sakiti, dan ingin keluar dari gelapnya kota ini. Suatu hari, ketika rasa sakit itu kian parah, aku pergi menemui guruku,sang raja, dan dengan tanpa rasa takut aku bertanya, “ Mengapa para ilmuan di alam kamu tidak pernah mengamalkan ilmu mereka dan takut kepada Allah? Mengapa tak seorang pun di kota ini yang takut dengan azab Allah, padahal mereka takut terhadap hukumanmu ? Mengapa tidak ada cahaya di sini, Di luar atau di dalam hati masyarakat ? Bagaimana ucapanmu yang terlihat seperti manusia, tetapi sifat mereka tak ubahnya binatang buas, dan jahat ?
Dia menjawab, “ Akulah­- orang yang sangat mampu mencari keuntungan pribadi di dunia ini, meskipun keuntunganku adalah kerugian bagi mereka-yang mereka teladani. Aku mempunyai wakil di tengah-tengah mereka.Merekalah pelayanku dan pelayan wakil-wakilku.Tetapi, aku juga punya guru yang membimbingku :setan. Tak seorangpun disini yang mampu mengubah jalannya, dan semua senang dan mengira diri mereka lebih baik dari yang lain. Tak ada yang akan berubah, dank arena itu, mereka tidak akan berubah. “
Tatkala kudengar itu, aku ingin meninggalkan kota itu dan melarikan diri. Tetapi, karena mengetahui kekuatan raja dan kekuasaannya atas segal sesuatu, aku meminta izin darinya untuk pergi. “Wahai bagindaku yang perkasa, “kataku, “Engkau telah banyak berbuat bagi hambamu yang hina ini dan telah memberikan kepadaku semua yang kumiliki. Betapa senangnya hidup di bawah pemerintahanmu! Kau berikan aku pakaian mewah, kau berikan teman bersenang-senang dan bermain. Minuman keras dan judi tak kau larang. Telah aku rasakan semua Kesenangan, dan telah aku terima semua bagianku. Tidaklah engkau tahu bahwa kedatanganku ke kota ini sebagai seorang musafir? Izinkan aku pergi ke istana besar itu yang aku lihat di tengah-tengah kotamu.”
Raja itu mengatakan, “ Aku juga penguasa istana itu. Kawasan itu disebut lawwamah, menyalahkan diri sendiri, tetapi penduduknya berbeda dengan kami yang ada di sini. Di kota kami yang durhaka ini, sesembahan kami adalah setan. Dia ataupun aku tidak menyalahkan mereka atas apa yang mereka lakukan. Oleh karena itu, tak ada yang menyesali apa yang mereka kerjakan, karena kami hidup di dalam khayalan. Di kota lawwamah, imajinasi tidak mempunyai kekuatan penuh. Mereka juga berbuat dosa-mereka berzina, mereka puaskan birahi mereka dengan kaum pria maupun kaum wanita,mereka minum-minuman keras dan berjudi, mencuri dan membunuh, bergunjing dan memfitnah seperti yang kami lakukan-tetapi mereka sering merenungkan apa yang telah mereka perbuat, menyesal dan bertobat. “
Segera setelah aku berbicara dengan guruku, Kecerdasan, aku berlari ke gerbang kota lawwamah. Di depan gerbangnya tertulis al-ta’ib min al-dzanb ka-man la dzanb lahu, “ Orang yang bertobat dari dosa seperti orang yang tak pernah berbuat dosa.”
Kubuka pintu gerbang dengan bertobat atas dosa-dosaku, dan masuk ke dalam kota itu.
Kulihat kota itu memiliki penduduk yang jauh lebih sedikit dibandingkan dengan kota kegelapan yang telah pernah aku singgahi. Dapat kukatakan bahwa penduduknya hanyalah separuh dari kota yang telah aku tinggalkan itu.
Setelah aku menetap di dalam selama beberapa waktu, aku berjumpa dengan seorang alim yang mengenal dan menguasai kitab suci al-quran.Dia menjawab salamku dan mendoakan aku. Meskipun telah di katakan padaku oleh penguasa kota kegelapan bahwa dia juga berkuasa di sini, Namun aku teatap menanyakan kepada guruku ihwal nama pemimpin mereka. Dia menegaskan bahwa mereka berada di bawah pemerintahan akal, tetapi mereka mempunyai administrator sendiri, yang bernama arogansi, Kemunafikan, Keras Kepala, dan Fanatisme.
Di kalangan penduduk banyak terdapat ilmuwan, sebagian besar mereka tampaknya bijaksana, tekun, saleh, dan baik. Aku bersahabat dengan mereka dan mengetahui bahwa mereka menderita penyakit arogansi, egotisme, dengki, ambisi, keras kepala, dan dalam bersahabat, tidak jujur.Mereka saling bermusuhan dan saling menipu satu sama lain. Hal paling baik yang bisa kukatakan mengenai mereka adalah bahwa mereka melaksanakan salat dan berusaha mengikuti perintah Allah karena mereka takut terhadap azab Allah dan neraka, dan mengharapkan kehidupan abadi dan bahagia di dalam surga.
Aku bertanya kepada salh seorang dari mereka mengenai Kota Kegelapan yang ada di luar dinding pembatas itu, dan mengeluh tentang para penduduknya. Dia mengiyakan keluhanku, dan mengatakan bahwa penduduk kota itu terdiri dari kaum kafir yang merusak, durhaka, dan gemar membunuh. Mereka tidak mempunyai iman, dan tidak pernah melaksanakan salat.Dikatakannya bahwa mereka pemabuk, pezina, pejantan. Mereka semuanya tak berkesadaran dan lalai.Tetapi, dari waktu ke waktu, melalui petunjuk yang misterius, mereka mengarah kepada kota lawwamah. Mereka kenudia menyadari apa yang telah mereka perbuat, menyesal, bertobat, dan memohon ampunan. Di kota mereka, demikian dia mengatakan, mereka tidak mengetahui apa yang mereka lakukan. Akibatnya, mereka tidak pernah merasa menyesal atau memohon ampunan. Oleh karena itu mereka tidak saling tolong-menolong, dan tak seorangpun yang membantu mereka.
Ketika aku pertama kali tiba di kota lawwamah,Kulihat di tengah-tengahnya ada istana lain.Aku bertanya kepada salh seorang penduduknya yang berilmu mengenai hal itu.Dia mengatakan bahwa kota itu di beri nama Mulhimah, Kota Cinta dan Ilham. Aku bertanya mengenai pemimpinnya.Pemimpinnya bernama ‘ Aql al-Ma’ad, Si bijak, yang mengenal Allah. Raja ini, kata si informan itu, mempunyai seorang perdana menteri bernama Cinta.
“ Seandainya ada salah seorang dari kami memasuki Kota Cinta dan Ilham,” lanjutnya,” Kami tidak akan menerimanya kembali di kota kami. Sebab, siapa pun yang pergi kesana akan menjadi serupa dengan semua penduduk kota itu, Semuanya tertarik dengan perdana menteri itu. Dia jatuh cinta kepadanya, dan rela menyerahkan segalanya, semua yang di milikinya , harta, keluarga, Anak-anak, dan bahkan nyawanya-demi perdana menteri yang bernama Cinta itu. Sultan kami, Yang cerdas, memandang atribut ini sebagai hal yang sama sekali tidak dapat diterima. Dia mengkhawatirkan pengaruh orang-orang yang mempunyai sifat ini, Karena kesetiaan dan perbuatan mereka tampaknya tidak masuk akal dan tidak bisa di pahami oleh pikiran sehat.
“Kami mendengar bahwa penduduk kota itu berdo’a kepada Allah seraya bersenandung dan bernyanyi, dengan diiringi seruling, tamborindan drum, dan selama melakukan hal itu mereka kehilangan rasa dan masuk kedalam akstase.Para pemimpin agama dan teolog kami memandang ini sebagai hal yang haram menurut kaidah ortodoks kami.Oleh karena itu, tak seorang pun dari mereka yang ingin bermimpi menginjakkan kakinya di Kota Cinta dan Ilham.”
Tatkala kudengar hal itu, aku sangat ingin meninggalkan kota lawwamah, dan berlari ke pintu gerbang kota Cinta dan Ilham yang penuh berkah itu.Di pntunya kubaca tulisan bab al-jannat maktub: la ilaha illa Allah.Kubaca frasa la ilaha illa Allah denagn suara keras-“Tidak ada tuhan kecuali Allah”-lalu bersujud dan memanjatkan syukur.Pada saat itulah pintu terbuka  dan aku pun masuk.
Tak lama berselang, kutemukan sebuah rumah kecil milik seorang fakir. Di dalamnya kulihat orang-orang berpangkat dan rakyat jelata, kaya dan miskin, bergabung menjadi satu.Kulihat mereka saling mencintai, menghormati,tolong-menolong satu sama lain dengan wajah yang senantiasa ceria.Mereka bercengkrama dan bernyanyi.lagu dan ucapan mereka sangat menggugah, indah, dan selalu mengenai Allah dan hari kiamat, hal-hal yang bersifat spiritual.Tak ada rasa cemas dan penderitaan, seolah-olah hidup di dalam surga.Tak kudengar atau kulihat apapun yang berkesan perselisihan atau pertengkaran yang menyakitkan atau melukai. Tak ada tipu daya, kejahatan, rasa dengki atau mengumpat. Aku tiba-tiba merasakan kedamaian , kebahagiaan, dan kegembiraan berada di tengah-tengah mereka.
Kulihat ada seorang tua yang tampan. kedewasaan dan kebijaksanaan memancar dari wajahnya. Aku tertarik kepadanya dan langsung mendatanginya seraya bertanya, “ Wahai sahabatku, aku adalah pengelana miskin dan sekaligus sakit. Aku mencari obat untuk menyembuhkan penyakit kegelapan dan kelalaianku.Adakah tabib di kota cinta dan ilham ini yang bisa menyembuhkan diriku?”
Orang itu terdiam untuk beberapa saat. Kutanyakan namanya. Dia mengatakan kepadaku, namanya adalah Hidayah, Petunjuk. lalu dia berkata, “ Nama panggilanku adalah kejujuran. Sejak azali tak ada satu pun kata dusta yang keluar dari mulutku. Tugas dan kewajibanku adalah menunjukkan jalan kepada orang yang benar-benar ingin menyatu dengan Kekasih. Kepadamu kukatakan,

Tidak ada komentar:

Posting Komentar